Custom Search

Senin, 12 Juli 2010

Puisi Cinta di Kala Valentine

Kekasihku, tiada kekasih yang dapat menggantikan-Nya
Dalam kalbuku, tidak ada tempat bagi yang lainnya
Kasihku, gaib Ia dari mata dan sosok diriku
Tapi dalam jiwaku
Ia sama sekali tak pernah sirna
(Rabiah Al Adawiyah)

Syarh dari pen-tahkik :

Anakku, jika sastra adalah seni bahasa, tari adalah seni gerak, nanyi adalah seni suara, musik adalah seni nada, pahat adalah seni rupa, lukis adalah seni warna, dan lakon atau sandiwara adalah seni peran, maka tasawuf adalah seni ibadah kepada Allah swt. Dan kalau ibadah kita maksudkan sebagai menjalani hidup ini dengan cinta kepada-Nya, maka tasawuf tak lain adalah seni menjalani hidup ini dengan cinta dan mesra kepada Yang Maha Indah. Kaum arifin (orang-orang arif) itulah orang yang mencinta kepada-Nya. Dan cinta kepada Allah berarti cinta kepada seluruh nilai-nilai luhur yang datang dari-Nya. Cinta pada keindahan, kebenaran, kemerdekaan, kesetiaan, kejujuran dan cinta pada sederetan panjang nilai-nilai luhur lainnya.
Anakku jika cinta kepada keindahan wajah lawan jenis sudah mampu melahirkan sastra dan puisi yang indah, apalah lagi cinta kepada Ilahi, Dzat yang maha indah. Pasti cinta itu akan mampu melahirkan karya sastra yang tinggi dan begitu memukau dan syahdu. Keadaan mabuk penuh cinta kepada Allah itu sering disebut sebagai keadaan fana, dan kadang-kadang menimpa seorang arifin, sehingga ia berada dalam keadaan di mana ia hidup di alam yang penuh keindahan, kebaikan dan kebenaran mutlak. Ia berada di alam di mana tirai-tirai rahasia jadi tersingkap dan hakikat-hakikat tampil dalam sosoknya di hadapan mata kalbu. Sebagaimana Al Quran Surat Al Baqarah : 165 mengatakan “mereka yang beriman itu lebih dahsyat cintanya kepada Allah”. Tak ada yang menandingi keindahan cinta, kecuali cinta seorang hamba kepada Tuhannya. Untukmu, anakku, mungkin puisi cinta Rabiah Al Adawiyah ini bisa menginspirasi.

Antara pecinta dan Kekasihnya (Allah)
tidak ada antara.
Ia bicara dari rindu.
Ia mendamba dari rasa.

Agak sulit mungkin sajak-sajak tersebut dipahami, juga agak sulit diterjemahkan dengan bahasa yang tepat dan jitu. Hampir semua sajak para arifin agak sulit untuk dialihbahasakan tanpa memudarkan kekuatan serta kekentalan dalam bahasa aslinya. Dan terjemahan sastra, lebih-lebih puisi, memang tidak bisa sepenuhnya mewakili karya aslinya. Kesalahan para fuqoha adalah karena mereka terlalu formalistik dalam menangkap dan manafsirkan kata-kata para arifin. Apresiasi mereka hanya terhenti pada arti kata apa adanya. Tidak bisa lebih jauh dan dalam dari itu.
Belajarlah dari mereka, anakku, belajarlah dari pada ahlullah (Ahli Allah) dan belajarlah dari Ahlullah yang mempraktekkannya. Belajarlah mengenai kedalaman dan keluasan cinta kepada Allah. Karena...

Ilmu adalah huruf
Yang tak terungkap kecuali oleh perbuatan
Dan perbuatan adalah huruf
Yang tak terungkap kecuali oleh keikhlasan
Dan keikhlasan adalah huruf
Yang tak terungkap kecuali oleh kesabaran
Dan kesabaran adalah huruf
Yang tak terungkap kecuali oleh penyerahan (kepada Allah swt)
(An-Niffari)

Namun seorang arif tentu saja tidak hanya sibuk dengan cintanya yang lara kepada Allah dan fana-nya dalam cinta itu. Ia juga tidak melupakan dunia dan realitasnya sehari-hari, yang hadir justru karena cintanya yang dalam kepada Allah dan nilai-nilai luhur yang juga berasal dari-Nya.
Seperti kata Rasulllah saw dalam salah satu doa beliau : “Ya Allah, karuniailah aku dengan cinta kepada-Mu, cinta kepada orang-orang yang mencintai-Mu, cinta kepada orang-orang yang mendekatkan aku akan cinta-Mu, dan jadikanlah cintaku kepada-Mu lebih daari cintaku pada diriku sendiri dan dari kecintaanku akan air yang sejuk.” Kita juga menginginkan yang demikian itu. Semoga keinginan kita juga dikabulkan Allah swt. Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Design by Abdul Munir Visit Original Post Islamic2 Template